TINGKATAN ORANG DIDALAM MENERIMA ILMU
Perbedaan tingkat seseorang dalam menerima ilmu berbeda-beda, begitupun ilmu seseorang bertingkat-tingkat ada yang hafal ayat qur'an, ada yang juga ditambah dengan hafalan hadistnya beserta sanadnya, bahkan ada yang mengetahui sebab turunnya suatu ayat qur'an (asbabun ayat) bahkan ada juga yang mengetahui sebab turunnya suatu hadist rasul (asbabun wurud), ada yang mengetahui tentang bahasa arab, bahakan ada pula yang mengusai syair-syair arab, ada yang mengetahui tentang sejarah-sejarah nabi (sirah nabawiyah), juga mengetahui sejarah-sejarah sahabat (tarikh sahabat) apalagi ditambah dengan keilmuan dunia. Semakin banyak pengetahuan seseorang akan semakin baik derajat seseorang.
Sekalipun para sahabat adalah orang-orang Arab dan menggunakan bahasa Arab, namun masing-masing memiliki pengetahuan bahasa Arab yang berbeda-beda. Ada yang mengetahui sastra Arab, gaya bahasa Arab, adat istiadat bahkan sastra Arab jahiliyah. Maka pemahaman ayat-ayat Al Qur'an berbeda-beda pula. Ada sahabat yang mendampingin Rasulullah shalalahu 'alaihi wasalam sehingga banyak mengetahui sebab turunnya al-Qura'an akan berbeda dengan sahabat yang tidak mendampingi Rasulullah shalalahu 'alaihi wasalam.
Inipun pernah terjadi dijaman sahabat. Salah satunya di jaman Kekhalifahan Umar bin Khatab. Diriwayatkan Khalifah mendapatkan laporan dari warganya yang bernama Jarud bahwasanya Qudamah yang juga seorang sahabat menjadi Gubernur Bahrain suka akan minum-minuman khamar dan mabuk. Khalifah memastikan berita tersebut dengan bertanya "Siapakah orang lain yang ikut menyaksikan perbuatan tersebut?"Jarud menjawab "Abu Hurairah telah menyaksikan perbuatan tersebut." Perlu diketahui bahwasanya kita perlu melakukan crosscheck akan suatu berita seperti diperintahkan dalm Q. S. Al Hujurat 49:6 (termasuk berita dari kaum fasik). Lalu siapa Abu Hurairah, beliau adalah salah seorang sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist. Nama beliau dijaman jahiliyah Abdusy-Syam (hamba matahari) Rasulullah shalalahu 'alaihi wasalam merubah namanya menjadi Abdurahman (hamba pengasih).
Khalifah lalu memanggil Gubernur Bahrain yakni Qudamah."Ya Qudamah! Aku akan mendera engkau!" Berkata Qudamah "Seandainya aku meminum khamar sebagaimana yang mereka katakan, tidak ada suatu apapun bagi engkau untuk mendera". Sang Khalifahpun berkata "Kenapa?" Jawab Qudamah "Karena Allah telah berfirman dalam surat (5) Al Maaidah ayat 93"
"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh, karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertaqwa dan berima, kemudian mereka (tetap juga) bertaqwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikkan.
Sedang saya adalah orang yang beriman, mengerjakan amalan saleh, kemudian bertakwa dan beriman, saya ikut bersama Nabi Muhammad shalalahu 'alaihi wasalam dalam perang Badar, Uhud dan Khandaq dan peperangan yang lain."
Sang Khalifah bertanya kepada hadirin yang hadir "Apakah tidak ada di antara kamu sekalian yang akan membantah Qudamah?". Berkata Ibnu Abbas radhiallahu anhu "Sesungguhnya ayat 93 di surat Al Maaidah (5) sebagai uzur bagi umat pada masa sebelum ayat ini diturunkan yakni ayat 90 di surat yang sama Al Maaidah (5)"
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (khamar), berjudi, (berkurban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaithan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar mendapat keberuntungan (sukses)."
Lalu berkata sang Khalifah "Benarlah Ibnu Abbas"
Selanjutnya siapa Ibnu Abbas radhiallahu anhu. Ibnu Abbas yang nama lainnya Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib, jelas Abdullah adalah anaknya Abbas bin Abdul Muthalib radhiallahu anhu, dan Abbas bin Abdul Muthalib radhiallahu anhu adalah paman Rasulullah shalalahu 'alaihi wasalam. Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Ibnu Abbas radhiallahu anhu lebih mengetahui sebab-sebab diturunkannya Surat (5) Al Maaidah ayat 93 dibanding dengan Qudamah, sebab menurut riwayat Ibnu Abbas radhiallahu anhu, bahwa setelah ayat Surat (5) Al Maaidah ayat 90 diturunkan, sahabat-sahabat saling menanyakan tentang keadaan para sahabat yang telah meninggal, padahal mereka dahulu sering meminum khamar seperti sayidina Hamzah radhiallahu anhu, paman Nabi yang gugur sebagai syuhada pada perang Uhud. Bahwasanya ada beberapa sahabat yang mengatakan bahwa Hamzah radhiallahu anhu tetap berdosa karena perbuatannya yang telah lalu itu, karena itu turunlah ayat 93 surat (5) Al Maaidah yang menyatakan bahwa umat islam yang meninggal sebelum turunnya ayat 90 surat (5) Al Maaidah tidak berdosa karena meminum khamar itu, tetapi umat sekarang berdosa meminumnya.
Dapat disimpulkan:
1. Bahwa tingkat keilmuan seseorang bertingkat-tingkat dalam masalah ibadah tidak hanya dimasa sekrang bahkan dari cerita diatas terjadi dimasa para sahabat sekelas Umar bin Khatab, Ibnu Abbas, Abu Hurairah serta Gubernur Bahrain: Qudamah radhiallahu anhum. Seseorang yang berilmu memang seolah-olah manjadi pelita bagi sekitarnya, karena dengan keluasan ilmunya bisa memutuskan sebuah perkara.
2. Seorang yang sekelas khalifah juga seorang sahabat besar dan memiliki andil yang besar bagi perjuangan islam bahkan pemimpin negara meminta pendapat kepada orang-orang yang berilmu tinggi.
3. Memutuskan juga dengan hukum-hukum seperti al Qur'an dan al Hadist, tidak qila wa qola (bicara tanpa data)
4. Suatu hukum (dalam hal ini konteksnya adalah surat Al Maaidah ayat 90 denga 93) harus dilihat sebab turunnya, kapan turunnya, sejarah turunnya, apakah ada kasus tertentu dan lain sebagainya dan ini memerlukan seorang yang alim.
5. Laporan seseorang tentang seseorang harus dilakukan verifikasi atau tabayun dan memerlukan saksi.
Daftar Pustaka
1. Bahwa tingkat keilmuan seseorang bertingkat-tingkat dalam masalah ibadah tidak hanya dimasa sekrang bahkan dari cerita diatas terjadi dimasa para sahabat sekelas Umar bin Khatab, Ibnu Abbas, Abu Hurairah serta Gubernur Bahrain: Qudamah radhiallahu anhum. Seseorang yang berilmu memang seolah-olah manjadi pelita bagi sekitarnya, karena dengan keluasan ilmunya bisa memutuskan sebuah perkara.
2. Seorang yang sekelas khalifah juga seorang sahabat besar dan memiliki andil yang besar bagi perjuangan islam bahkan pemimpin negara meminta pendapat kepada orang-orang yang berilmu tinggi.
3. Memutuskan juga dengan hukum-hukum seperti al Qur'an dan al Hadist, tidak qila wa qola (bicara tanpa data)
4. Suatu hukum (dalam hal ini konteksnya adalah surat Al Maaidah ayat 90 denga 93) harus dilihat sebab turunnya, kapan turunnya, sejarah turunnya, apakah ada kasus tertentu dan lain sebagainya dan ini memerlukan seorang yang alim.
5. Laporan seseorang tentang seseorang harus dilakukan verifikasi atau tabayun dan memerlukan saksi.
Daftar Pustaka
Yayasan penyelenggara penterjemah/pentafsir al Qur'an, Al Qur'an dan Terjemahnya, 1 Maret 1971, hal. 25-26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar